Minggu, 01 November 2009

Psikologi Remaja

Sejumlah pakar psikologi menyebutkan, karakteristik psikologis remaja itu antara lain pencarian identitas dan pencarian peranan. Atau, mereka ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan yang selalu muncul mengenai, siapa aku ini sebenarnya, peranan apa yang pas untuk diriku, apa kelebihanku, siapa pendampingku untuk membesarkan anak-anak nanti, dan lain-lain.



Remaja yang bernasib baik, dalam arti mendapatkan bantuan yang memadai dari orangtua, entah dalam bentuk pendampingan mengungkap kelebihan, memberikan lingkungan yang mendukung, menegaskan peranan dengan pelibatan keputusan atau membekali nilai-nilai yang mengokohkan jiwanya, akan berpeluang lebih cepat menemukan identitas dan peranan.



Itulah sering kita temukan remaja yang tumbuh dari keluarga kurang berada, tapi sudah diberi penyadaran mengenai peranannya yang harus membantu orangtua atau menyekolahkan adik-adiknya, biasanya lebih cepat punya kesadaran peranan. Atau juga remaja dari kalangan berada yang sudah mendapatkan transformasi ideologi atau visi hidup dari orangtuanya. Menancapnya identitas-diri sangat membantu mereka melawan ancaman dan godaan.

Biasanya, untuk remaja laki-laki, mereka mengekspresikan kebingungannya dalam bentuk perlawanan ke luar (outward rebellion), misalnya melawan orangtua, sekolah, atau lingkungan. Sedangkan untuk remaja perempuan lebih mengarahkan perlawanan ke dalam (inward), misalnya memendam depresi, menyendiri, atau acuh-tak-acuh.

Kondisi rumah tangga orangtua bisa berubah drastis suksesnya atau sebaliknya. Dilihat dari pengaruh, baik kesuksesan atau sebaliknya, sama-sama bisa menjadi pemicu keburukan bagi sebagian remaja, misalnya mendadak menjadi bos foya-foya atau berubah pergaulannya dan penampilannya atau mendadak menjadi frustasi, protes keadaan, protes Tuhan, dll, setelah melihat kondisi orangtuanya.



Ketika masih sama-sama remaja, ayah dari seorang teman ingin menjagokan lurah dengan resiko butuh biaya dan menjual tanah, sekaligus juga ada peluang di sana. Teman saya yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini ternyata sangat lebih empatik ketika melihat ayahnya kalah dan sawahnya habis terjual. Tapi adiknya yang merasa tidak dilibatkan, lebih punya pandangan yang tidak bisa menerima realitas sampai kemudian muncul tanda-tanda frustasi.

1 komentar: